Bagi anda para pecinta tembakau, tentu sangat menggembirakan bisa berkunjung ke Taru Martani, pabrik yang memproduksi cerutu sejak tahun 1918. Anda pasti akan merasa seperti berkunjung ke tempat soulmate yang menemani sepanjang waktu dilahirkan. Bagi anda yang tak suka menikmati tembakau, setidaknya bisa melihat sejarah panjang pabrik yang menghidupi banyak orang ini.
Taru Martani berdiri pertama kali di daerah Bulu, pinggir Jalan Magelang, dengan nama N.V. Negresco. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1921, pabrik itu pindah lokasi ke wilayahnya sekarang, Baciro, sebelah barat Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Pada masa penujajahan Jepang, nama pabrik sempat diubah menjadi Java Tobacco Kojo. Saat itulah pabrik ini mencapai kejayaannya karena didukung oleh mesin-mesin pembuat rokok putih yang didatangkan pemerintah Jepang dari B.A.T Cirebon.
Cukup mudah bila ingin berkunjung, anda tinggal merundingkan kedatangan dengan pengelola pabrik. Setelah mendapat ijin, anda bisa menjelajahi lokasi pabrik seluas 2 hektar ini dengan dipandu oleh salah seorang karyawan. Anda bisa melihat langsung dan bertanya apapun tentang proses produksi cerutu. Tak ada biaya yang harus dikeluarkan bila ingin mengunjungi pabrik ini, namun waktunya terbatas pada hari kerja, yaitu antara Senin hingga Jumat pukul 08.00 - 14.00 WIB.
Memasuki kawasan pabrik ini, anda bisa menikmati keindahan arsitektur Eropa. Hingga kini, setiap bagian bangunan, baik ruangan produksi maupun administrasi, masih tetap dipertahankan seperti semula sehingga nuansa arsitektur Eropa masih sangat kental. Kesan angker dan muram sama sekali tak terlihat meski usia bangungan sudah puluhan tahun, sebaliknya justru terkesan dinamis.
Produksi cerutu di pabrik ini melewati beberapa tahap. Pada tahap persiapan, tembakau kering yang sebagian besar diperoleh di wilayah Besuki, Jember, Jawa Timur dikeluarkan dari gudang untuk pembasahan selama semalam. Tujuannya agar lembab dan tidak rontok saat diolah. Daun tembakau kemudian dipisahkan menurut kualitas fisiknya, ada yang digunakan untuk campuran isi cerutu, (filler), pembungkus dalam (omblad/binder) dan pembungkus luar (dekblad/wrapper).
Tembakau yang telah disortir kemudian disiapkan untuk memasuki tahap pembuatan kepompong cerutu. Pada tahap ini, cerutu dibalut dengan omblad dan selanjutnya dilinting menggunakan dekblad. Di sinilah keunikan pembuatan cerutu Taru Martani, pelintingan cerutu masih mengandalkan ketrampilan para pekerja namun bisa menghasilkan ukuran yang relatif seragam satu sama lain. Selesai tahap ini, cerutu yang telah dilinting dipotong dan disortir.
Pada tahap terakhir produksi, cerutu memasuki tahap fumigasi, pendinginan, pengeringan dan fermentasi agar hama tembakau (lasioderma) mati. Tahap ini sangat penting sebab cerutu yang bebas hama akan memiliki umur simpan yang lebih panjang dan kenikmatannya pun lebih tahan lama. Selesai tahap tersebut, cerutu diberi label atau merek, dibungkus dan dikemas untuk selanjutnya didistribusikan ke konsumen.
Hingga saat ini, Taru Martani telah memproduksi 14 jenis cerutu, yaitu Cigarillos, Extra Cigarillos, Senioritas, Panatella, Half Corona, Corona, Super Corona/Grand Corona, Boheme, Royal Perfecto, Rothschild, and Churchill. Sementara sebagai variasinya, Taru Martani memproduksi cerutu dalam tiga aroma, yaitu nature cigar atau murni tembakau, flavour cigar atau tembakau dengan tambahan aroma (mint, vanila, rhum, hazelnut) dan mild cigar.
Beberapa merek cerutu legendaris pantas dibeli dan dicicipi ketika berkunjung. Senator dan Mundi Victor adalah cerutu utama yang mesti dicoba karena telah diproduksi sejak awal berdirinya pabrik ini, meski baru diberi merek pada tahun 1952. Cerutu lain yang pantas dicoba adalah Adipati, Ramayana dan Borobudur yang telah diproduksi sejak tahun 70-an. Bila menginginkan, anda juga dapat membeli tembakau rajang dengan merek Van Nelle, Drum, dan Countryman.
Mengunjungi Taru Martani dan mencicipi cerutu buatannya membuat anda menjadi bagian dari komunitas internasional pecinta cerutu bermutu. Sebab, produk cerutu Taru Martani yang dikenal dengan Cigar van Java ini telah dinimati oleh berbagai kalangan di penjuru dunia, mulai dari Asia, Belanda, Belgia, Jerman, Cekoslovakia, Amerika dan Eropa.
sumber yogyes.com